Karakter Emosional, Buruk kah? | Pemuda Indonesia Foundation Karakter Emosional, Buruk kah? | Pemuda Indonesia Foundation

Karakter Emosional, Buruk kah?

Posted by Gerakan Pemuda Indonesia Berani Bermimpi On 8:27 PM

Karakter Emosional, Buruk kah?


Saya merasa perlu membahas mengenai karakter emosional, karena banyak orang yang menisbatkan atau memberikan lebel buruk kepada orang mempunyai karakter emosional. Agar tulisan ini baik  saya akan mengetengahkan fakta dan teoritis sebagai Masdaru Tafkir.
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.

Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia jika tidak mampu mengarahkanya. (Prawitasari,1995).
Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder(heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear(ketakutan), Rage (kemarahan), Love (cinta).
Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri
d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat,  dan kemesraan
f.  Terkejut : terkesiap, terkejut
g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h. Malu : malu hati, kesal
Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada.

Kecerdasan Emosional
Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind(Goleman, 2000 : 50-53) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut  sebagai kecerdasan emosional.
Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002 : xvi).
Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 65) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.

Hubungan Karakter Emosional dengan aspek lain

Aspek Kepemimpinan
Dalam aspek kepemimpinan orang memiliki kecerdasan emosional, biasanya akan menjadi leader dalam setiap aspek. Jiwa kepemimpinannya akan muncul, rasa empati memahami orang yang dipimpinannya lebih dari orang pendiam, public relationshipsangat baik. Sebagai contoh, Umar bin Khattab.
Siapa yang kemudian tidak kenal dengan seorang sosok sahabat Rasulullah shallahu’alaihiwassalam yang sangat tegas, keras dan pemberani, yaitu Umar bin Khattab. Ketegasan dan keberaniannya membuat orang-orang kafir tunggang langgang jika harus kemudian berhadapan dengannya. Seseorang yang dahulunya jahiliyah bahkan mengubur hidup-hidup anak kandungnya sendiri karena tradisi kejahiliyahan walaupun ia melakukannya penuh dengan isak tangisan “Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku”. Bukan hanya itu, dia bahkan sangat marah dan memukul adiknya ketika diketahui telah memeluk ajaran “sesat” yang telah di bawa oleh seseorang yang bernama Muhammad. Tapi kemudian disitulah hidayah melumpuhkan hatinya hingga kemudian syahadat terlantun dari bibir lantangnya.
Umar bin Khattab memiliki julukan khusus yang diberikan oleh Rasulullah saw yaitu Al Faruq yang berarti Sang Pembeda. Dalam sebuah hadist Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim dikatakan bahwa “Allah telah menempatkan kebenaran pada lisan dan hati Umar. Dialah mampu membedakan yang hak dan yang batil,” sehingga karena itulah Rasulullah saw memberikan gelar tersebut pada Umar.

Aspek Keyakinan
Orang yang memiliki karakter emosional dan mampu mengelolanya dalam konteks memegang keyakinan, biasanya akan rela mati untuk mempertahankan dan memperjuangkan apa yang diyakinanya. Sebagai contoh Di saat Nabi berdakwah secara sembunyi-sembunyi, Umar justru bertanya dengan lantangnya “Ya Rasulullah, bukankah hidup dan mati kita dalam kebenaran?” “Ya” jawab Nabi,“Jika demikian, mengapa kita diam-diam mendakwahkan ajaran kita? Demi Dzat yang mengutusmu atas nama kebenaran, saatnya kita keluar”. Setelah itu Nabi bersama dua barisan yang di pimpin oleh Umar dan Hamzah hingga tak satupun orang Quraisy yang berani menggangu mereka.

Aspek Pengembangan Diri
            Memiliki karakter yang khas dalam mengelola dirinya, akan lebih lama dan tahan untuk memperjuangkan segala cita dan harapannya. Ambisi untuk terus berprestasi sangat besar, tentu ambisi ini harus dibingkai dengan aturan Syariah Islam. Dengan pemaduan hal ini akan menjadi lebih unik.
                            
Aspek Cinta
Dalam perkara lain, cinta misalnya. Orang yang berkarakter emosional. Akan lebih setia dan bertanggung jawab. Orang seperti ini bila jatuh cinta akan terasa sangat melankolis, cintanya bukan sekedar cinta biasa meskipun ada yang mengatakan jika mencintai jangan terlalu berlebihan. Orang yang seperti ini biasanya akan rela menderita dan mati untuk orang yang dicintainya. Sebagai contoh, Laela dan Majnun, Hitler bertekuk lutut pada Eva Braun, Julius Caesar bertekuk lutut pada Cleoprata dan lain sebagainya.   

Wallahualambishawab

    Karya

    More on this category »

    Inspirasi

    More on this category »

    Event

    More on this category »

    About Us

    More on this category »