Pertengahan tahun 2005, Vivi Kusrini, siswa SMP 10 Bantar Gebang Bekasi akhirnya bunuh diri karena tidak kuat setiap hari menerima ejekan teman-temannya. Teman-teman Vivi setiap hari mengejek pekerjaan ayahnya. Ayah Vivi, Joko Kirsan, adalah penjual bubur. Vivi memutuskan bunuh diri dengan mengikat lehernyanya (gantung diri) dengan seutas kabel televisi. Vivi tidak tahan setelah kawan-kawanya mengejek Joko Kirsan, ayahnya yang mencari sesuap nasi untuk membiayai anggota keluarganya dengan berjualan bubur. Teman-teman Vivi melecehkan ayahnya dengan ejekan ”Vivi anak Jokbur” alias Joko tukang bubur.
Enam bulan sebelum mengakhiri hidupnya, kepada Joko Vivi pernah curhat dan mengatakan tidak tahan di perlakukan seperti itu. ”Pak, Vivi mau pindah sekolah ke kampung saja,” kata Vivi.
”Mengapa kamu mau pindah?” Joko bertanya
” Saya nggak kuat di sekolahan diejek melulu,” Jawab Vivi
Seminggu sebelum mengikuti ujian, Vivi bahkan meminta ayahnya agar kesekolah. Maksudnya agar Joko menegur teman-temanya yang kerap mengejeknya. Dengan meminjam sepeda, Joko lalu meluncur ke sekolah Vivi. Setibanya di sekolah, Joko malah bingung apa yang harus disampaikan kepada teman-teman Vivi. ”Kalau saya emosi, malah tambah repot. Akhirnya kepada Vivi saya bilang sabar saja sebab kenyataannya pekerjaan bapakmu memang jualan bubur. Saya berkali-kali mencoba menyakinkan Vivi bahwa pekerjaan menjual bubur itu pekerjaan halal. Saya lalu bilang ke Vivi, ”Sudah, kamu ikut tes saja dulu,” ujar Joko. Dalam hati Joko sudah bertekad akan memindahkan Vivi kesekolah di kampung mereka, di Jawa Tengah, sesudah ujian nanti. Namun, nasib berkehendak lain. Sebelum niat itu terlaksana, Vivi sudah mengambil jalan pintas untuk mengakhiri penderitaannya. Anak SMP yang lugu itu memilih bunur diri.
Sumber: KICK ANDY; Kumpulan Kisah Inspiratif
+++
Tuhan Yang Maha Kuasa menciptakan manusia tidak sama, meskipun kembar namun ada perbedaan dari keduanya minimal dari sidik jari. Jika manusia yang menempati planet bumi ini berjumlah 6 milyar maka sebanyak itu pula manusia berbeda satu dengan yang lainnya, ini lah salah satu bukti kekuasaan Tuhan.
Jika semua manusia sama, niscaya hal ini akan memberikan impact yang tidak baik dan hilangnya keharmonisan hubungan di iantara sesamanya. Sebagai mana pelangi, ia akan terlihat indah karena warnanya berbeda-beda. Kalau warnanya sama bukan disebut pelangi. Begitupun dengan kehidupan di masyarakat, tidak akan terlihat indah jika semua orang memakai baju berwarna biru. Tidak akan tercipta keseimbangan jika semua manusia berprofesi sebagai petani, karena siapa yang akan membelinya? Jika semua orang berfpripesi sebagai pekerja kantoran lalu dia akan makan apa? Bukankah kita bisa makan nasi karena ada petani yang menanam padi? Bukankah kita bisa merasakan lezatnya daging ayam karena ada yang beternak ayam? Bukankah kita bisa memakai pakaian bagus karena ada perusahan textile? Bukankah kita bisa merasakan lezat dan nikmatnya makan bubur ayam atau mie ayam karena ada yang berjualan hal itu? Jadi sangat egois sekali jika kita menganggap bahwa diri kita lah yang paling mulia, paling tinggi derajatnya. Kemuliaan bukanlah ditentukan banyaknya harta atau tingginya jabatan. Begitu banyak orang yang memiliki harta dan jabatan kemudian tersungkur dalam kehinaan yang sangat dalam.